Bahaya Bromat di Air Minum Kemasan, Picu Peningkatan Kasus Kanker
Beritadata - Sebuah penelitian yang dipimpin oleh praktisi kesehatan Zhao J dan timnya, yang diterbitkan di jurnal BMJ Oncology (2023), menemukan peningkatan signifikan jumlah penderita kanker di dunia, khususnya di kalangan usia di bawah 50 tahun. Studi yang dilakukan di 204 negara ini mencatat 3,26 juta kasus kanker dini pada tahun 2019, yang meningkat sebesar 79,1% dibandingkan tahun 1990. Angka kematian akibat kanker di kalangan muda juga meningkat sebesar 27,7%.
Zhao dan timnya memproyeksikan bahwa paparan kanker akan meningkat sebesar 31% dengan peningkatan angka kematian sebesar 21% pada tahun 2030. Peningkatan ini diduga disebabkan oleh perubahan gaya hidup, terutama pola konsumsi dan lingkungan. Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC) dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa lebih dari 100 zat kimia, virus, obat-obatan, dan paparan radiasi medis bersifat karsinogenik, salah satunya adalah Bromat.
Dr. Rizka Maria, peneliti dari Pusat Riset Sumber Daya Geologi BRIN, mengungkapkan bahwa beberapa riset telah menunjukkan berbagai dampak kesehatan akibat paparan bromat. Dampaknya meliputi gangguan pada sistem saraf pusat, seperti hilangnya refleks dan kelelahan berlebihan, gangguan darah seperti anemia, serta gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, nyeri perut, diare, dan muntah darah. Bahkan, dalam beberapa kasus, bromat dapat menyebabkan pembengkakan paru-paru hingga kanker.
“Sebagian besar gangguan kesehatan ini dapat sembuh setelah mendapatkan penanganan medis,” ujar Rizka seperti yang dikutip dari Jawapos, Rabu (17/7).
Bromat ditemukan dalam setiap air konsumsi yang mengalami ozonisasi untuk menghilangkan warna, rasa, aroma, dan mikroba. Namun yang patut disayangkan adalah tingkat pengawasan dalam penggunaan bromat di Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di negara ini terbilang masih minim.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum menjadikan bromat sebagai isu penting, meskipun banyak warga Indonesia yang mengonsumsi air kemasan setiap hari.
“Kedua lembaga ini harus berkoordinasi untuk memastikan bahwa AMDK yang beredar luas dan dikonsumsi masyarakat memiliki kadar bromat yang sesuai dengan standar WHO,” kata Kristian Widya Wicaksono, Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Parahyangan.
Kristian menekankan pentingnya pemerintah memastikan setiap produsen mematuhi regulasi batas aman kandungan bromat, yaitu 10 ppb. Ia juga menegaskan perlunya pengawasan berkala dan uji petik pada semua produk AMDK yang memiliki izin edar, terutama mengingat hasil penelitian menunjukkan adanya kandungan bromat dalam AMDK yang melebihi batas aman.
Data menunjukkan bahwa dari 11 merek AMDK yang ada di pasar, kandungan bromat terendah berada di angka 3,4 ppb dan yang tertinggi mencapai 48 ppb. Ada sebanyak 3 sampel AMDK yang diketahui memiliki kandungan bromat yang melebih batas yang sudah ditetapkan, yakni 19 ppb, 29 ppb dan 48 ppb. Data ini diperoleh dari hasil uji laboratorium pada awal Maret 2024.
Namun, sikap BPOM terhadap bromat sangat berbeda dengan isu kandungan BPA dalam kemasan pangan. Padahal, bromat merupakan zat karsinogen langsung dalam air, sedangkan BPA berasal dari faktor eksternal dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Kekhawatiran ini semakin meningkat setelah konten yang diunggah oleh Gerald Vincent dan dr. Richard terkait hasil kandungan bromat dalam AMDK menjadi viral. Dalam video tersebut, terlihat hasil uji lab kandungan bromat dalam beberapa merek AMDK, bahkan ada yang jauh melebihi ambang batas aman.
Sementara itu, hasil uji lab yang dilakukan oleh Klik Positif terhadap 11 merek AMDK populer di pasaran menyebutkan bahwa tiga merek AMDK memiliki kandungan bromat di atas 10 ppb, yaitu 19, 29, dan 48 ppb.
Tidak lama setelah konten tersebut viral, gelombang klarifikasi pun bermunculan dari regulator maupun para ahli dan akademisi, tanpa memberikan penjelasan yang memadai apakah perusahaan AMDK melakukan uji kandungan bromat pada produk mereka. Akibatnya, netizen mulai kehilangan kepercayaan dan merasa resah saat memilih merek AMDK yang akan mereka konsumsi. Hal ini juga dirasakan oleh para ibu rumah tangga (IRT) yang bergantung pada AMDK untuk kebutuhan sehari-hari.
“Yang jelas takut ya. Kan sekarang ini zamannya di rumah pakai air minum galonan, dan bukan air keran yang dimasak. Ada berita kandungan zat berbahaya dalam air minum tentu jadi ngeri," ujar Dila (27), seorang ibu rumah tangga yang terdampak pemberitaan tentang bromat.
Apa Reaksi Kamu?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow